Penulis: Dewi Ria Utara
Ilustrasi: Beni Rismanto/Kompas
Terbit: Kompas, 27 Mei 2018
Tautan: https://lakonhidup.com/2018/05/27/melarung-bapak
"Aku anak pantai Bram. Larutkan aku ke laut. Jangan menangisi tubuh tua Bapakmu. Aku toh tak lagi di sana. Jika kakak-kakakmu marah, atau ibumu menangis, sampaikan saja pada mereka bahwa aku tak ingin merepotkan dengan kematianku. Biarlah laut menjadi pemakamanku. Menjadi tempat di mana kalian akan selalu mengingatku."
Sinopsis Cerpen
Bram, seorang anak yang merantau ke negeri orang (Praha) dengan tujuan mencari tahu tentang kakeknya yang pergi meninggalkan nenek dan Bapak. Selama lima tahun Bram tak pulang. Ia kembali saat Bapak meninggal dunia. Keluarga sengaja menunggu kedatangannya demi memutuskan cara dan tempat pemakaman sang bapak. Pertengkaran mulut pun terjadi. Ibu hanya bisa menangis.
Sebuah surat untuk anak bungsunya pun dibuka. Hal itulah yang akhirnya menentukan cara dan di mana bapak dimakamkan sesuai wasiat terakhirnya. Di pagi buta jenazah Bapak pun dinaikkan ke atas perahu dan dilarungkan ke mana ombak melaju. Bapak pun lenyap ditelan laut.
Amanat
Banyak amanat yang terkandung dalam cerpen ini. Namun setidaknya ada tiga yang dapat saya sampaikan.
1. Wasiat terakhir seseorang harus dilaksanakan walaupun berat. Kalau dalam Islam tentu saja ada syaratnya, yaitu selama wasiat tersebut tidak melanggar syariat.
2. Jika merantau ke negeri orang jangan lupa pulang.
3. Seringlah menengok orang tua, apalagi yang usianya ntak muda lagi. Kita akan menyesal jika tak sempat bertemu untuk terakhir kalinya saat raga meregang nyawa.
Catatan: tulisan ini merupakan tugas Kelas Menulis Online Madrasah Pena. Semoga bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar