Jumat, 28 Februari 2020

Museum Pos: Menyelami Masa Lalu Jilid 2

Dokumentasi Pribadi

Museum Pos adalah destinasi kedua kami setelah menikmati koleksi Museum Geologi. Rasanya tidak afdal kalau ke daerah ini, tapi tak berkunjung ke Museum Pos.

Awalnya, terkendala oleh reservasi yang tidak biasa. Biasanya cukup menelepon pihak museum, bahkan beberapa kali kami langsung reservasi di tempat di Hari H. Kali ini saat menelepon, saya disuruh reservasi via email. Saya pun ikuti aturannya. Hanya menyetor nama sekolah, waktu kunjungan, dan jumlah calon pengunjung.

Ternyata gagal kirim, alamat yang diberikan tidak valid. Mungkin saya yang salah mencatat. Diskusi dengan pembimbing yang lain, diputuskan untuk langsung reservasi di tempat saja saat hari H.

Saat di museum Geologi, salah satu rekan pembimbing berinisiatif untuk menelepon kembali pihak museum Pos. Akhirnya, dapat cara yang lebih simpel. Kami pun reservasi via whatsapp. Namun, harus ada surat pengantar dari sekolah. Sayangnya, kami tidak menyiapkan itu sebelumnya. Biasanya memang kunjungan ke museum mana pun tanpa surat pengantar atau surat kunjungan dari sekolah.

Zaman teknologi serba canggih, kami pun tak kalah ide. Kami menghubungi pihak sekolah via whatsapp untuk dibuatkan surat yang dimaksud. Tak lama scan atau foto surat sampai pada kami. Diteruskan ke nomor whatsapp petugas  Museum Pos. Lancarlah urusan reservasi.

Rencana waktu kunjungan pun digeser dari pukul 11 jadi pukul 10 pagi WIB. Cukup menghemat waktu. Sekalian setelah dari museum Pos, kami akan sejenak istirahat makan siang. Lebih tepatnya sarapan yang kesiangan. Ini jangan ditiru ya! Santri sudah diwanti-wanti sarapan terlebih dahulu, tapi ya begitulah. Mungkin terburu-buru harus berangkat pukul tujuh pagi, alhasil gagal sarapan. Namun, mereka sempat mengganjal perut di angkot masing-masing.

Dari museum Geologi, kita tinggal menyebrang jalan. Melewati Taman Lansia, sampailah di PT POS Indonesia. Ada bangunan khusus untuk mengabadikan kegiatan dan seluruh aktivitas PT POS di masa lalu, itulah Museum Pos.

Di sana, ada diorama kegiatan Pos, koleksi perangko-perangko dari dalam dan luar negeri, serta alat-alat yang dulu digunakan PT Pos Indonesia dalam melayani masyarakat dalam kirim mengirim surat, paket, atau uang.

Bagi anak milenial, tentu saja ini hal yang baru mereka ketahui. Petugas museum Pos dengan sabar memandu kami. Menjelaskan sejarah per-pos-an di Indonesia dan koleksi Museum Pos. Di akhir penjelasan dari petugas, ada doorprize menunggu santri. Ada dua santri yang beruntung mendapatkan cenderamata dari museum Pos. Satu santri perempuan dan satu santri laki-laki. Eh, di akhir kunjungan, pembimbing juga dikasih satu-satu. Ini benar-benar bonus gegara krucil merengek minta dan beli tidak bisa. Ups!

Setiap tahun memang berbeda, pernah kami diberi notes masing-masing 1 per santri. Pernah juga hanya diberi beberapa tas Pos dan album gambar koleksi museum Pos. Kali ini cenderamata berupa tempat pensil yang bertuliskan Museum Pos Indonesia. Lumayanlah...

Oh iya, berkunjung ke museum Pos ini gratis ya. Kalau tahun sebelumnya, kita hanya memberikan donasi sukarela untuk perawatan museum, kali ini ada yg istimewa. Masuk Museum gratis sama sekali tidak ada tiket atau donasi, tapi kami bisa membuat perangko prisma di sini. Dengan foto kami. Makanya di akhir penjelasan dan pemberian doorprize, santri difoto bergantian per kelompok untuk gambar di perangko tersebut. Boleh sih satu per satu, tapi kebayang dengan jumlah yang banyak, kapan selesai?!

Apakah langsung jadi? Tentu tidak. Nanti hasilnya dikirim ke alamat sekolah. Sudah tidak sabar melihat gambar kita di perangko🤭

Itu cerita kami, semoga menginspirasi bagi yang berminat berkunjung ke museum Pos. Terima kasih😘💕

Tidak ada komentar:

Posting Komentar