Selasa, 28 Januari 2020

Keluarga Introvert


Gambar: didesain oleh Canva

Kali ini saya akan membahas tipe keluarga kecil kami. Mungkin, bagi kalian tidak penting, tapi barangkali bisa diambil sedikit manfaatnya.

Awalnya saya hanya ingin tahu minat dan bakat putri sulung saya. Namanya juga pasangan muda. Takut salah mendidik, takut salah mengarahkan bakat anak. Menurut informasi yang didapat, maka saya putuskan untuk mengambil metode STIFIn. Tes sidik jari dalam mengelompokkan kecerdasan manusia. Metode ini dipilih karena STIFIn berlaku seumur hidup. Tidak berubah-ubah seperti tes psikologi lainnya
(Cari sendiri keterangan lebih lanjut).

Singkat cerita, Fatiya pun diperiksa. Hanya sebentar, kesepuluh jarinya ditekankan pada sebuah alat sidik jari (finger print). Dalam hitungan menit sudah keluar hasilnya. Anak sulung saya mempunyai tipe personal genetik (PG) Intuiting Introvert (Ii). Anak yang dominan otak kanan, yang cenderung kreatif.

Setelah Fatiya diperiksa, saya pun penasaran dengan PG saya dan suami. Nantinya berguna bagaimana cara terbaik dalam mendidik Fatiya. Dalam ilmunya disebut STIFIn parenting.

Setelah ada rezekinya, kami lun dites kembali. Hasilnya, kami mempunyai tipe yang sama yaitu Sensing Introvert (Si).  Dengan begitu bukan hanya STIFIn parenting yang bisa diterapkan, tapi STIFIn couple pun bisa. Dari apa? Melalui sirkulasi hubungan setiap mesin kecerdasan (MK).
Waktu itu anak kedua belum diperiksa. Selain karena biaya memang masih belum cukup umur. Idealnya 2 tahun sudah bisa terbaca. Setelah menunggu sampai pas, saya pun memutuskan memeriksa Aqilla. Hasilnya, Thinking Introvert (Ti).

Lengkap sudah kami berempat bertipe introvert. Introvert dalam STIFIn tentu saja berbeda dengan introvert dalam ilmu psikologi pada umumnya. Introvert di sini hanya menunjukkan driver yang bekerja dalam mesin kecerdasan masing-masing. Introvert berarti bekerja dari dalam ke luar.

Kami bertipe sama, melakukan sesuatu harus kuat dulu tekad dalam diri. Kalau sudah bertekad, apapun aral melintang dari luar diri kita, misal lingkungan keluarga atau lingkungan sekitar tidak akan berpengaruh. Sisi positifnya, kami teguh pendirian. Sisi negatifnya ya ada, bisa ditebak sendiri. Hihi..

Bagaimana dengan anak ketiga kami yang belum 'launching'? Waallhu a'laam. Mungkin extrovert (seru jadi beragam) atau introvert lagi? Hehe..

Menurut hubungan sirkulasi MK, kami pasangan yang skor cintanya NOL. Skor friendshipnya paling tinggi (4). Maka kami harus jadi pasangan yang bersahabat (sparing partner) yang bersaing dalam kebaikan.. Hehe. Do'akan kami selalu bersama sampai janah-Nya. Aamiin..
Sementara dalam STIFIn parenting, kami termasuk orang tua yang ditaklukkan anak pertama dan mendukung anak kedua. Maka gaya mendidik kami berbeda dari yang lain. Kami akan support anak-anak kami dengan memfasilitasi minat dan bakat mereka.

Awalnya, banyak komentar tidak enak di telinga. Seperti, masa kalah sama anak sendiri, gak bisa mendidik anak, dan lain sebagainya. Kami hanya bisa tutup telinga. Saya yakin setiap orang tua adalah yang terbaik. Dia akan memberikan cara terbaik dalam mendidik anak-anaknya.
Awalnya memang agak berat, tapi hasilnya luar biasa. Saya kagum sekali pada si sulung yang kreatif, dan pastinya salehah insya Allah. Dia sayang sekali pada orang tua, terutama yang saya rasakan pada saya, ibunya.

Anak kedua pun begitu, kami selalu mendukung dia yang pintar sekali, yang paling penting dalam usianya yang masih kecil bisa menunjukkan  pula kasih sayangnya pada orang tua. Ya Allah.. Nikmat mana lagi yang kami dustakan. Robbii hablii minassholihiin.. Kumpulkanlah kami di surga-Mu ya Allah, tempat terbaik dan terindah. Aamiin  ya Allah.. Ya robbal 'alamiin.

Senin, 27 Januari 2020

Nurmas, Pembawa Cahaya


Judul: Si Anak Cahaya
Penulis: Tere Liye
Jumlah halaman: 473

Ini bukan kisah anak-anak Syahdan, seperti serial sebelumnya. Namun, ini kisah masa kecil Nurmas, ibu mereka. Anak-anak hebat lahir dari ibu yang hebat pula. Begitulah kiranya saya menangkap isi buku ini.

Kita mundur jauh mengintip masa lalu. Sekitar tahun 1950-an. Saat Indonesia baru saja merdeka dan banyak perkumpulan dan pemberontakan komunis. Uang yang dipakai pun masih berupa ketip. Meskipun demikian, membaca novel ini seperti disuguhkan tokoh baru dengan karakter yang mirip dengan serial-serial sebelumnya. Saya sebut pola yang sama.

Nurmas mirip sekali dengan Eliana. Mungkin harusnya terbalik, Eliana yang perangainya mirip sekali dengan Nurmas (maklum serialnya mundur). Bapak dan Mamak Nurmas, seperti Nurmas dan Syahdan. Ada Pak Zen, mirip sekali dengan Pak Bin, sama-sama guru satu-satunya di kampung. Mang Hasan dengan Mang Dulah, Kek Berahim guru ngaji di kampung mengingat saya pada Nek Kiba. Ada lagi dua pemuda kampung di sini ada Derin dan Bidin, seperti Pendi dan Juha di keempat serial sebelumnya. Itu kenapa saya bilang sepola. Ya, wajar karena memang ini novel  serial.

Namun, tentu saja banyak tokoh baru yang mewarnai kisah ini. Di antaranya: Nek Beriah, Datuk Sunyan, Letnan Haris, Dokter Van, dll. Ada pula tokoh hewan yang menjadi warna lain, yaitu Kibo si kerbau dan Si Puyang, harimau penjaga lubuk larangan.

Nurmas, biasa dipanggil Nung--anak sulung dari pasangan Yahid dan Qof. Nung anak yang paling cerdas di kampungnya. Sampai-sampai tetangganya bilang, ikuti semua yang anak Yahid lakukan. Di sini juga digambarkan kasih sayang ibu dan bapak pada Nung yang merasa diabaikan saat hadir Unus adik lelakinya. (Paman Unus yang keren sangat lucu waktu kecil.
Hehe).

Dari semua novel serial keluarga nusantara sungguh bisa jadi pelajaran bagi hidup. Bagaimana bocah SD sudah bisa melakukan banyak hal tidak seperti anak-anak zaman sekarang. Bocah ingusan yang bisanya hanya merengek minta jajan.

Mereka masih kecil, tapi sudah berpikir membantu orang tua mereka, bahkan bisa berbuat hal yang besar untuk kampung halamannya.

Bumbu-bumbu merah jambu juga tumbuh di sini. Meskipun tidak mendominasi, cukup membuat pembaca tersenyum-senyum. Di sini kalian bisa menemukan bagaimana Nurmas dan Syahdan bisa berjodoh. Tere Liye berhasil membuat kejutan di bagian ini.

Seperti serial sebelumnya kisah persahabatan dalam novel ini pun sangat kentara. Antara Nurmas, Jamilah, Siti dan Rukayah. Bagaimana mereka saling menyayangi, menasihati dan menyelamatkan sahabat mereka dari akidah yang menyimpang, bahkan nyawa yang hampir terenggut. Sungguh tulus persahabatan mereka.

Silakan selami kisahnya sendiri, selamat menikmatišŸ¤—

Minggu, 26 Januari 2020

Penulis Favorit



Siapa penulis favoritmu? Tentu kalian masing-masing punya penulis yang paling disukai. Kalau saya sih suka sekali karya-karya Tere Liye. Penulis yang akrab disapa Bang Tere ini salah satu penulis produktif di Indonesia. Karya-karyanya melimpah.
Novel pertama yang saya baca adalah Novel berkisah tentang anak kecil bernama Delisa. Salah satu korban  bencana alam Tsunami yang melanda Nangroe Aceh Darussalam. Ya, judulnya Hafalan Salat Delisa. Novel tersebut bergenre fiksi islami. Saya belum begitu suka, bahkan kesan setelah membaca novel tersebut sangat biasa saja.

Lama tidak membaca karya Bang Tere, maa syaa Allah karyanya makin banyak. Saat saya ingin mengenal novel bergenre fantasi, tutor saya merekomendasikan membaca novel serial Bumi. Berkisah tentang petualangan tiga remaja spesial dari klan yang berbeda-beda. Raib keturunan Klan Bulan; Seli dari Klan Matahari; dan Ali asli dari Klan Bumi.
Membaca serial pertama, sungguh saya langsung jatuh cinta. Padahal saya bukan pecinta genre fantasi. Fantasi Benar-benar hal yang baru bagi saya. Dari sana saya mulai mengubah penilaian saya terhadap penulis bernama asli Darwis ini. Wow keren banget Bang Tere!

Saya pun melanjutkan serial selanjutnya, Bulan, Matahari, dan Bintang. Seru sekali perjalanan mereka ke Klan Bulan, Klan, Matahari, dan Klan Bintang. Teknologi yang sangat canggih yang tak ada di Bumi kita. Semoga saya bisa melanjutkan kembali serial selanjutnya, Ceroz dan Batozar, Komet, dan Komet Minor. Katanya serial tersebut juga belum selesai. Kan "nyebelin" Bang Tere. Hehe..

Selain membaca novel serial Raib, saya juga sudah membaca Ayahku (Bukan) Pembohong, lalu beli paket novel Pulang dan Pergi. Di duo novel ini saya kembali dibuat kagum oleh gaya penceritaan Tere Liye. Ini kali pertama juga saya membaca novel bergenre aksi.

Setelah itu, saya juga dibuat membaca novel serial yang lain yang berbeda dengan genre sebelumnya. Serial yang lumayan panjang juga sampai 5 jilid. Ya, Novel serial Keluarga Nusantara. Kisah anak-anak cerdas yang penuh dengan keterbatasan. Novel ini dicetak ulang dengan judul yang berbeda.

Amelia menjadi Si Anak Kuat; Berlian menjadi Si Anak Spesial; Pukat menjadi Si Anak Pintar; dan Eliana menjadi Si Anak Pemberani. Satu lagi novel kelima berjudul Si Anak Cahaya. Jika empat novel sebelumnya berkisah tentang anak sulung sampai anak bungsu pasangan suami istri, Syahdan dan Nurmas. Nah di novel kelima ini lebih spesial karena berkisah tentang masa kecil Nurmas, ibu hebat yang telah membesarkan anak-anak hebatnya.

Bukan hanya novel-novel yang sudah saya sebutkan sebelumnya, masih banyak lagi novel keren Tere Liye yang lain dengan genre yang berbeda lagi. Di antaranya: Rindu, Tentang Kamu, Negeri Para Bedebah dan Negeri di Ujung Tanduk, Si Anak Badai, Bidadari-Bidadari Surga, Moga Bunda Disayang Allah, dan masih banyak lagi. Saking banyaknya novel Tere Liye bisa dibilang para pembacanya keteteran mengikuti karya-karyanya. Lebih cepat Bang Tere menulis daripada penggemarnya membaca.

Selain Tere Liye juga banyak penulis yang saya kagumi di antaranya, Dewi Lestari, Andrea Hirata, Asma Nadia, Habiburrahman El Sirazi, Fiersa Besari, dll. Semoga suatu hari saya bisa mengikuti jejak mereka. Penulis produktif dan karyanya selalu best seller. Aamiin..

Sabtu, 25 Januari 2020

My First Reading


Gambar: design by Canva

Membaca merupakan kegiatan yang menyenangkan. Wawasan dan ilmu pengetahuan terbuka lebar. Dengan membaca kita bisa menjelajah dunia tanpa harus keluar rumah. Hehe..

Saya ingat dulu masih kecil sebelum bisa membaca dengan lancar, saya sesekali mengunjungi toko buku Gramedia yang tak jauh dari rumah. Senang sekali bisa melihat-lihat buku yang melimpah. Saya buka-buka beberapa buku cerita. Lalu membacanya dengan saksama. Lebih tepatnya, pura-pura membaca dengan menceritakan gambar yang dilihat. Setelah puas mengubek toko buku, kami pun pulang.

Ya, tanpa membeli. Bagi kami (keluarga kami) buku itu barang istimewa. Jangankan membeli buku untuk bisa makan saja sudah alhamdulillah. Saya termasuk anak yang tidak terlalu banyak keinginan. Keinginan ada, tapi lebih dadar diri akan segala keterbatasan kami. Lebih baik dipendam saja.

Sebenarnya dulu saya tidak terlalu gemar membaca. Membaca hanya seperlunya saja, sekadar keperluan sekolah. Sampai suatu hari diberi pinjam sebuah Novel. Novel Ketika Mas Gagah Pergi karya Bunda Helvy Tiana Rosa. Saya baca sampai tamat padahal waktu itu masih SD. Ya, itulah bacaan pertama saya. Seru saja mengikuti alurnya. Mungkin hal ini yang membuat saya menjadi penggemar novel di kemudian hari. 

Masuk SMP masih belum gemar membaca. SMA sempat memaca Novel Mira W. berjudul Solandra. Itu juga karena tugas bahasa Indonesia. Novel pertama yang saya beli lalu setelah dibaca dan selesai tugas langsung didonasikan untuk perpustakaan sekolah.

Saat SMA agak sering sih jalan-jalan ke toko buku Gramedia, ya begitu lihat-lihat dan baca-baca sedikit. Berbeda dengan teman yang sengaja membaca sampai selesai buku di tempat tersebut. Kebetulan biasanya memang ada buku yang tidak dibungkus plastik untuk sampel.Itu bisa jadi tips membaca gratis ya, hihi.. Maklum kantong pelajar tipis dan harus super menghemat.

Terjerumuslah masuk jurusan dan program studi Bahasa dan Sastra Indonesia. Saya mulai membaca novel-novel yang lebih banyak lagi. Meskipun sebagian besar karena tugas kuliah dan semua pinjem dari teman.

Novel-novel tersebut di antaranya: Ketika Cinta Bertasbih 1, Ketika Cinta Bertasbih 2, Ayat-Ayat Cinta, Pudarnya Pesona Cleopatra, Perahu Kertas, Hafalan Salat Delisa, Ayah, Mengapa Aku Berbeda, sampai Novel serial Lupus dan komik Si Buta dari Gua Hantu.

Itulah pengalaman pertama saya membaca. Setelah bisa menghasilkan uang sendiri mulai bisa membeli, mengoleksi buku-buku yang saya butuhkan, seperti novel, buku-buku tentang muslimah, dan parenting. Membeli buku itu investasi. Jadi seberapa mahal pun kamu gak akan rugi. Semoga bermanfaat ya.

Kamis, 23 Januari 2020

Asma Penyakit Keturunan?



Gambar: design by Canva

Saya terbangun mendengar suara "Ngiik ... ngiik ..."
Saya cek anak satu-satu. Aqilla? Ternyata bukan. Saya curiga memang samanya dua hari kemarin kambuh. Soalnya obat batuk plus sesaknya belum saya kasih karena tadi sebelum tidur memang tidak sesak.
Eh ternyata yang sesak kakaknya--Fatiya.

"Teteh, sesak?"
"Enggak."

Tepatnya tidak mengerti apa itu sesak atau tidak. Memang, sebenarnya yang asmanya parah itu Fatiya. Sampai gak ngeuh kalau lagi sesak. Sudah kuat saja. Mungkin sudah terbiasa.

Saya tanya sekali lagi, barulah mengaku. Entah takut minum obat. Hehe..

Syukurlah, saat Aqilla berobat, sekalian saya tanyakan ke dokter dosis obat untuk  Fatiya. Cuaca memang sedang tidak bersahabat maka yang menderita asma bisa saja kambuh. Ya, karena asma bersifat alergis. Setelah minum obat, alhamdulillah Fatiya bisa tidur lagi.

Berbicara soal asma. Kedua putri saya menderita penyakit ini. Mudah-mudahan adik yang masih dalam perut tidak ya sayang. Aamiin.

Anak yang pertama--Fatiya terjangkit saat masih bayi. Sekitar masuk usia tiga bulan. Ya Allah, kasian sekali masih bayi. Kalau udah sesak gak tega. Diperiksa dan positif asma.

Anak kedua--Aqilla sudah agak besar. Sekitar usia todler (2 tahunan). Alhamdulillah, tidak terlalu parah dibanding kakaknya. Saya cek ke dokter, ternyata sama asma juga.

Saat periksa pasti dokter tanya, "Siapa yang asma di rumah? Kamu?"
"Enggak Dok!"
"Suami?!"
"Enggak juga."
"Nenek atau kakeknya?"

Saya celingukan, main mata dengan suami sambil berpikir-pikir. Oh iya barulah ingat.

"Neneknya ... iya, Dok. Mamah juga asma."
Saya baru ingat kalau mama mertua memang punya asma.

"Ketiga anak saya asma semua, padahal aaya enggak punya asma ...." kata dokter, sambil berjalan menuju tempat duduknya hendak menulis resep obat, "Tapi ibu saya punya asma."

Begitulah asma, bisa jadi memang genetik. Istilah awamnya penyakit keturunan.
Namun, alhamdulillah anak-anaknya tidak pernah dibantu uap saat kambuh. Mudah-mudahan tidak mengalami diuap. Kasihan. Semoga asma anak-anak bisa sembuh total.
Katanya, kalau dari kecil terkena asma. Biasanya saat besar sembuh dan tidak kambuh lagi. Semoga saja.
Wallahu a'laam.

Rabu, 22 Januari 2020

Jejak Semerbak

Gambar: didesain oleh Canva

Allah ciptakanmu sempurna
Indah di setiap lekukan
Menggoda setiap pandangan
Namun, kau memilih tak menampakkan
Sebagai bentuk ketaatan
Pada Sang Pencipta

Kau julurkan jilbabmu rapat
Menutupi inchi demi inchi aurat
Biarlah terik yg menyengat
Karena Takutmu Pada bara neraka lebih dahsyat

Allah pun sempurnakan penjagaan
Sampai berakhir penantian
Bertemu sang pujaan

Kau kokohkan tiang-tiang cinta
Kau bangun surga dunia akhirat
Bersamanya
Tumbuh peri-peri mungil belahan jiwa
Ramai menghias suasana

Kau genggam hati setiap raga di dalamnya
Memupuk benih kasih di setiap jiwa

Di luaran sana,  berbekal keridaan
kau menebar bunga-bunga kebaikan
Menyemai  selaksa manfaat bagi sesama
Menjadi inspirasi untuk semua

Dalam setiap jejak langkah
tercium wangi semerbak
Bukan dari bebauan yang kau tabur
Namun, dari pribadimu yang luhur

Selasa, 21 Januari 2020

Pulanglah!


Gambar: designed by Canva

Terdengar jerit perih
Rintih dalam lirih
Ada duri dalam sunyi
Berbalut duka dalam hening
Kutengok raga-raganya
Utuh, gagah perkasa
Jua cantik jelita

Bukan, bukan raga tergores luka
Namun, jiwa patah retak
Menjelma puing-puing nestapa
Senyum membias
Semu tawa-tawa
Semua maya
Saat topeng-topeng dibuka
Hanya sendu dan pilu

Saat rumah harus menjadi tempat ternyaman
Justru jadi tempat paling tidak aman
Jangan biarkan buah hati yatim tiba-tiba
Jangan biarkan buah hati piatu tiba-tiba
Padahal, Ayah-Bunda masih sehat sentosa

Pulanglah wahai Ayah!
Kembalilah wahai Bunda!
Bangun surga di istana-istana kita


Senin, 20 Januari 2020

Terima Kasih, Sayang!


Gambar: by Canva

Saya pernah mengikuti sebuah seminar tentang pernikahan. Pembicara saat itu adalah pasangan suami istri: Al-Ustadz Tatan Ahmad Santana dan Ustadzah Lela Sa'adah. Seseorang ditunjuk ke depan dan diwawancarai kebetulan pemuda itu baru saja menikah.

"Dulu apakah si dia (istri) pernah membiayai sekolah?"
"Tidak," jawabnya.
"Lantas siapa?"
"Orang tua."
"Setelah sekarang bisa berkerja dan menghasilkan uang dikasih ke siapa?"
"Istri."
"Aduh, enak ya. Tidak membiayai sekolah, tapi hasil dari sekolah tiba-tiba dikasih ke si dia."

Kurang lebih seperti itu percakapan pemateri dengan salah satu peserta. Pemateri menjelaskan itulah makanya pernikahan itu pekerjaan orang beriman. Terkadang tidak dimengerti akal, tapi wajib mengimaninya.

Siapa yang pernah atau bahkan sering mengeluh akan kekurangan suami?
Mungkin saja pernah, termasuk saya. Saat pekerjaan rumah tangga yang berat dan sibuk mengurus anak-anak, ingin sesekali dibantu suami. Namun, suami kita rasakan kurang peka dan terkesan cuek. Terkadang kita sudah blak-blakan minta tolong, katanya mengiakan, tapi nyatanya tidak dikerjakan. Akhirnya kita juga yang menyelesaikan semuanya. Walau agak sedikit dongkol.

Namun, Bunda... Jika kita telanjur kesal coba lihat sedikit saja pengorbanan suami-suami kita dalam mencari nafkah. Masyaallah, pasti akan merasa bersalah sudah menginginkan lebih dari itu. Itu juga yang saya rasakan kemarin. Ya, beberapa hari yang lalu. 

Saya tengah mengandung, dan kebetulan sedang sakit. Setelah makan obat saya terlelap tidur. Tetiba terbangun di tengah malam. Badan serasa sakit semua, terutama bagian yang sakit. Kepala pun juga nyut-nyutan. Kesal sekali menunggu suami yang masih bekerja. Saya pikir sudah malam, waktunya di rumah.

Sekitar satu jam berlalu, suami pun muncul. Saya sambut dengan wajah cemberut karena kesal. Suami bersih-bersih dan menghampiri. Langsung membetulkan posisi tidur. Memijat seluruh badan, sampai kepala yang sakit. Sampai saya pun tertidur kembali.

Pagi pun tiba, seperti biasa membeli bibir untuk sarapan karena belum bisa makan yang lain. Saya minta dibangunkan dengan mengulurkan tangan.

"Yang bener dong!" Saya protes karena suami terkesan asal.
"Ini lagi sakit," uangkapanya.
"Sakit apa? Kenapa?" Saya penasaran. 

Muka saya pun berubah prihatin. Tangan kirinya terlihat bengkak. Suami memperlihatkan bekas lukanya. Ada tiga goresan yang cukup dalam di ketiga jarinya. Suami tidak bercerita panjang, seperti tidak penting dan tidak parah.
Setelahnya saya mendengar cerita lengkap dari adik ipar yang semalam melihat kejadian. Luka itu karena goresan seng saat bekerja di bengkel. Banyak sekali darahnya, tapi bekasnya sudah dipel. Kejadian sekitar pukul 10 malam. Saat saya sedang lelapnya tidur.

Suami tidak membangunkan karena mungkin takut mengganggu saya yang sedang sakit. Berarti setelah luka itu, suami lanjutkan bekerja kembali. Bahkan sempat setelah memijat mengganti lampu kamar mandi yang sudah mulai redup.
Maasyaallah, saya merasa keterlaluan sekali. Pagi itu setelah mengantar anak sekolah. Saya biarkan suami tidur kembali istirahat. Saya pandang wajah lelahnya. Saya usap rambut dan kecup keningnya tanpa ia sadari.

Terima kasih, Uhibbuka fillah.

"Jangan pernah remehkan kasih sayang seorang suami. Jika kita tahu sedikit saja pengorbanannya dalam mencari nafkah. Sejatinya kita hanya tahu sedikit saja perjuangannya untuk kita dan keluarga."

Minggu, 19 Januari 2020

Eliana: Pembela Kebenaran dan Keadilan yang Paling Berani



Judul: Si Anak Pemberani
Penulis: Tere Liye
Jumlah halaman: 483 hal.

Novel ini seri ke-4 dari serial Keluarga Nusantara. Kisah Eliana anak sulung di keluarga Syahdan dan Nurmas. Di sini diceritakan sisi lain Eliana yang tidak dikisahkan di novel-novel sebelumnya.
Beragam konflik muncul di antaranya: pertengkaran dengan adik-adiknya; pertengkaran dengan teman-teman sekolah; hingga pertengkaran dengan Mamaknya.

Petualangan yang tak kalah seru juga hadir di sini. Petualangan geng "Empat Buntal" yaitu Eliana, Hima, Damdas, dan Marhotap. Di akhir cerita Anton bergabung sekaligus menggantikan Marhotap yang hilang mengenaskan. Petualangan mereka tak hanya setu, tapi juga menegangkan dan mengharukan.

Di serial ini makin ditegaskan bahwa kita harus mencintai lingkungan, harta kekayaan nusantara: Hutan, ladang, sungai, dll. yang menjadi penghidupan mereka. Sangat mengecam bentuk perusakan-perusakan oleh orang-orang serakah dan tidak bertanggung jawab.
Ada kutipan menarik sekali, dari Paman Unus (kembali memakai panggilan ini)

"Ada suatu masa di antara masa-masa. Ada suatu musim di antara musim-musim. Saat ketika hutan, sungai, lembah, membalas sendiri para perusaknya..."

Jika kita memperlakukan alam dengan baik maka alam akan mencurahlimpahkan beragam manfaatnya bagi manusia. Sebaliknya, jika kita berbuat tidak baik (malah merusaknya) maka dengan izin Allah alam akan berubah menjadi bencana maha dahsyat bagi manusia.

Di serial ini juga ditegaskan kembali kasih sayang seorang ibu, seperti pengulangan di setiap serialnya.

"Jika kau tahu sedikit saja apa yang telah seorang ibu lakukan untukmu, maka yang kau tahu itu sejatinya bahkan belum sepersepuluh dari pengorbanan, rasa cinta, serta kasih sayangnya kepada kalian."

Intinya, setiap ibu pasti sayang pada semua anak-anaknya mulai dari anak sulung sampai anak bungsu. Mungkin caranya saja berbeda. Anak sulung diharapkan menjadi teladan bagi adik-adiknya. Harapan pertama orang tua.

Selanjutnya, yang selalu sama dengan serial sebelumnya adalah di akhir cerita tokoh utama sukses dan bermanfaat bagi keluarga dan kampung halaman.

Selasa, 14 Januari 2020

Mencoba Hal Baru, Why Not?!



Gambar: design by Canva


Awal Januari lalu, masih suasana liburan. Kami disibukkan dengan agenda besar keluarga. Wedding Ceremony kakak sepupu dari suami. Kepanitiaan sudah dibuat sedemikian rupa. Sangat apik. Saya tidak terlalu dilibatkan, mungkin diwakilkan suami yang kebagian mengatur lalu lintas kendaraan bermotor alias juru parkiršŸ˜….

Mood saya pun sedang jelek-jeleknya. Paling tidak saya tidak absen. Upacara sakral pun segera dimulai. Pengantin pria yang jauh dari Cianjur sudah tiba di TKP. Saya pun memutuskan bergabung tanpa riasan. Ya, riasan seadanya saja. Day cream, bedak, sama jupon. Entahlah semenjak ngidam anak ketiga ini malas sekali berhias.

Tetiba adik sepupu memberi kabar, Paman memberikan saya tugas membaca puisi di acara sungkeman. Wow! Saya pun memastikan apa yang diminta.
Tidak bisa, takut salah, nanti malu-maluin, suka gugup dan kacau, dll. Semua pikiran negatif menerpa. Namun, ada rasa ingin mencoba. Saya jauhkan pikiran pengecut sebelumnya dan menerima tantangan tersebut.

Tak ada waktu banyak untuk memikirkannya lebih lama. Kebetulan kuota sekarat, hanya bisa chat whatsoever saja. Saya pun pinjam hp sepupu lalu searching teks sungkem yang diminta. Tidak mungkin mendadak membuat teks. Dalam waktu lama pun belum tentu saya bisa. Maka ambil cara praktis saja, pikirku saat itu. Efektif dan efisien.

Beberapa detik, munculah berderet-deret teks. Saya ambil yang paling atas. Judulnya "Kunasari" tidak paham betul itu maknanya apa. Paman pun menyetujui pemilihan teks tersebut.

Kenapa tidak paman sendiri yang bacakan, lebih enak karena sebagai pengatur acara. Katanya, suka sedih dan nangis kalau baca teks seperti itu. Tahu sendiri lanjutannya kalau sudah emosi susah melanjutkan kata-kata.

Baiklah, alasan bisa  diterima. Waktu pun semakin dekat. Akad sudah terlantun antara pengantin pria dan wali nikah. Waktunya prosesi sungkeman. Saya maju mendekat ke pelaminan. Duduk di tempat yang sudah disediakan.
Paman yang mengatur posisi duduk pasangan pengantin dan orang tua masing-masing.

"Duh Ibu.... bla.. bla.. bla..."
sampai terkahir mwmbacakan doa anak saleh untuk orang tuanya.

Alhamdulillah, tugas terlaksana. Sungkeman berjalan khidmat. Suasana mengharu biru. Tetesan-tetesan tak terbendung keluar dari ujung-ujung mata pengantin dan orang tua. Meskipun ada kesalahan posisi yang sungkeman dari awal dan sebenarnya berpengaruh pada teks yang dibacakan. Semoga yang lain tidak ngeuh.

Seteleh prosesi selesai, Uwak sebagai ketua panitia mengucapkan terima kasih. Ini tentu saja hal yang baru dari rangkaian acara pernikahan yang sudah-sudah. Meski itu bukan ide saya.

Beberapa kerabat merespon dan berkomentar baik. Syukurlah. Bahkan, ada kerabat yang minta saya membacakan teks sungkem lagi suatu hari saat menikahkan anaknya yang entah kapan. Entah itu bercanda atau bukan. Bagi saya itu apresiasi yang sangat menyenangkan.

Sekian cerita receh dari saya. Semoga bermanfaat. Intinya, jangan takut mencoba hal baru. Ukur kemampuan diri sendiri. Kalau memang sanggup, Terima tantangan tersebut. Lakukan yang terbaik. Insya Allah langkah kecil yang pertama kamu lakukan itu membuka gerbang-gerbang yang lebih besar lagi. Kemampuanmu akan meningkat dengan sendirinya.

Minggu, 05 Januari 2020

Burlian: Si Anak Spesial Penjelajah Dunia



Judul: Si Anak Spesial
Penulis: Tere Liye
Penerbit: Republika
Jumlah halaman: 406 hal.

Inilah serial keluarga nusantara kedua, kisah Burlian anak ke-3 Syahdan dan Nurmas. Petualangannya lebih menarik lagi dibanding serial pertamanya.

Dimulai dari cerita kelahirannya yang menggegerkan seluruh kampung karena Nurmas berhasil mengusir burung misterius di bawah pohon bungur di belakang rumah, yang tak lain adalah pekuburan. Petualangannya masuk hutan  mengintip 'putri mandi' dengan Mang Unus; cerita temannya Ahmad 'ringkih' yah nasibnya malang, meninggal dipatuk ular; mencoba ikutan lotre yang membuat mamak marah besar; kisahnya di sungai larangan hampir dimakan buaya; perjuangan memenangkan lomba lari 10 K; sampai persahabatannya dengan Nakasimura--kepala proyek pembangunan jalan lintas pulau yang berasal dari Jepang. Hal itulah yang membawa Burlian melihat dunia luar.

Burlian sangat spesial, jika adik dan kakak-kakaknya memilih SMP di kota kabupaten, Burlian sejak SMP sudah sekolah di Jakarta. Sekolah yang perpustakaannya besar hingga tak habis dia baca bertahun-tahun. Lain sekali saat sekolah dengan Pak Bin, sampai berulang kali membaca buku yang sama.

Meski jahil sedari kecil, tapi Burlian tetap spesial. Orang-orang terdekatnya takjub atas keunikan Burlian.

Jika di serial pertama ada bahasa Belanda, di sini ditambah bahasa Jepang. Bertambah lagi kosa kata pembaca.

Sayang sekali, ada panggilan yang berbeda untuk orang yang sama. Di serial pertama ada Paman Unus, sosok muda keren, paman yang dibanggakan keempat keponakannya. Namun, Tiba-tiba di serial kedua ini berubah panggilannya menjadi Mang Unus. Sama sebenarnya, paman dan mang adalah sebutan untuk adik dari bapak atau ibu, tetapi terkesan berbeda saja menurut saya.

Selebihnya novel serial kedua ini sangat menakjubkan bagi saya. Di sini diajarkan bahwa tidak ada istilah 'pekerjaan Laki-laki atau pekerjaan perempuan' semua anak harus bisa mandiri bisa melakukan semua pekerjaan rumah atau luar rumah. Bagaimana kasih sayang ibu pada anak-anaknya. Bagaimana bapak mendampingi ibu mendidik anak-anaknya. Sebenarnya masih banyak kisahnya yg belum disebutkan. Silakan baca sendirišŸ˜Š

Kutipan yang sempat dicatat:
Si Anak Spesial
"... Dialah yang mengalahkan raja-raja hebat dunia. Menggerus gunung menjadi rata. Membuat daratan menjadi lautan. Dialah sang waktu." Si Anak Spesial

"Esok lusa, ketika kesempatan membawa kau pergi jauh dari kampung ini, Burlian... menjadi orang yang hebat di luar sana, maka jangan pernah meluoakan asal kau... " Bakwo Dar-Si Anak Spesial

Amelia: Si Bungsu 'Penunggu Rumah'



Judul: Si Anak Kuat
Penulis: Tere Liye
Jumlah halaman: 476 hal.
Penerbit: Republika

Novel ini republish dari judul Amelia menjadi Si Anak Kuat. Kisah petualangan Amelia, anak paling kuat di keluarga Syahdan dan Nurmas. Bukan kuat dalam arti fisik, tapi kuat dari dalam. Amelia, anak paling teguh hatinya dalam menerima dan menyampaikan kebaikan. Keteguhan hatinya membuat temannya--Norris---anak nakal, biang masalah berubah menjadi baik. Pun akan mengubah kehidupan yang lebih baik untuk kampungnya di Bukit Barisan.

Kehidupan keluarga Syahdan yang sederhana. Fasilitas pendidikan yang jauh dari layak. Bagaimana tidak, enam kelas hanya dipegang Pak Bin seorang. Guru paruh baya yang jujur dan tulus mendidik anak-anaknya. Belum lagi dilihat bangunannya secara fisik, sangat menyedihkan.

Terdapat orang-orang sekelilingnya, di luar keluarga kecil yang menyayangi Amelia: Wak Yati, Paman Unus, Kak Bujang. Sungguh menyenangkan mengarungi kisahnya.

Nilai-nilai kehidupan yang terpatri dalam novel ini sangat kuat. Bisa disebut paket lengkap: sosial, budaya, moral, agama, pendidikan, estetika, dan semua nilai lain terdapat dalam kehidupan sederhana mereka.

Dalam kisah 476 halaman ini menunjukkan keterbatasan ekonomi keluarga bukan penghalang meraih pendidikan tinggi. Pun tradisi anak bungsu yang nasibnya hanya jadi 'penunggu rumah' yang menjadi mimpi buruk Amel selama ini terbantahkan. Amelia bisa melanjutkan pendidikan bukan hanya ke kota kabupaten atau provinsi, tetapi Amelia sampai ke luar negeri untuk menimba ilmu.

Alur yang sederhana, mengalir mudah dipahami dan membuat pembaca tak mau berhenti melahap habis kisahnya. Meskipun novel ini serial, tapi alurnya utuh bisa dinikmati terpisah. Namun, bukan tere liye yang kalau tidak menggoda untuk membaca semua serialnya lengkap. Banyak yang membuat spoiler di dalamnya. Bahwa kisah ini lengkapnya di novel seri mana.
Pembaca bisa sambil mengenal banyak kosa kata baru di novel ini. Hanya saja pada kata-kata dengan bahasa Belanda yang dituturkan Wak Yati sama sekali tidak ada terjemahannya (tidak ada footnote), sehingga membuat pembaca agak bingung, harus mencari sendiri maknanya. Namun, tentu saja tidak mempengaruhi keseruan kisahnya.

Yang penasaran dengan petualangan Amelia, silakan dibaca sendiri. Dijamin menyesal. Ya, karena tidak membacanya dari dulu☺

Kutipan menarik yang sempat dicatat:

"... Kau hanya perlu sedikit mau menerimanya, maka kau akan paham." 

Si Anak Kuat Hal. 73

"... Ingat dua peraturan mengarang dengan baik. Yang pertama adalah tidak ada peraturannya. Yang kedua adalah jika ada yang bilang ada peraturannya, maka lihat peraturan pertama. Biarkan jemari kalian mengalir bagai mata air deras, menuliskan cerita yang bening tanpa tertahankan." Pak Bin hal. 139

"Tidak akan pernah rugi membeli buku yang baik, Amel. Berapa pun harganya." Bapak (Syahdan) hal. 183