Gambar oleh Canva
Seorang anak duduk di pojok kelasnya. Keringatnya bercucuran, wajahnya menunjukkan rasa takut luar biasa. Padahal anak lain sedang asyik mendengarkan ibu gurunya bercerita.
Itulah sulungku bernama Fatiya. Bukan sekali saya mendapati laporan seperti itu dari guru kelasnya, tetapi sering. Sebagai orang tua tentu saja khawatir. Hal itu terjadi saat masih duduk di bangku Raudhtaul Athfal.
Banyak yang mencibir, bahkan keluarga dekat. Misalnya, "Ah, lebay! Masa dengerin dongeng saja takut."
Mendengar itu seorang ibu pastilah tidak enak. Apalagi kalau perkataan itu terfengar langsung oleh anak. Pasti semakin minder.
Saya konsultasikan pada pakar psikologi anak pada sebuah seminar. Bagaiamana menghadapi anak yang penakut seperti itu. Jawabannya, kemungkinan anak sering atau pernah ditakut-takuti. Kalau tidak oleh orang tuanya, boleh jadi lingkungan sekitarnya.
Psikolog tersebut menyarankan untuk terapi sendiri di rumah. Layaknya terapi untuk anak yang takut hujan. Sedikit demi sedikit dibiarkan hujan-hujanan. Sugestikan bahwa hujan itu menyenangkan. Begitu pula dengan kasus Fatiya. Dia takut cerita atau dongeng, perlahan-lahan dibacakan cerita. Sering, tapi sedikit-sedikit. Sambil diberikan sugesti bahwa ini hanya dongeng tak apa-apa dan tak perlu takut.
Setiap malam menjelang tidur, saya sempatkan baca dongeng atau read loudly. Membaca nyaring dongeng apa pun di buku. Terkadang menceritakan saya waktu kecil.
Ternyata Fatiya mulai berani, dengan siaga selimut menutupi seluruh tubuhnya. Setiap akan bergerak mengubah posisi, dongeng harus berhenti. Kebiasaan itu sepertinya bertahan sampai sekarang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar