Rabu, 20 Mei 2020

Munajat

Hari keenam sampai ketujuh aku habiskan dengan bermunajat pada Allah. "Allahu akbar!"
Kukumandangkan takbir di setiap dua pertiga malam. Sebelas rakaat dijalankan dengan tumaninah. Haru biru. Kututup dengan salam. Assalamu'alaikum warahmatullah. Kutengok ke kanan dengan senyum lebar. Betapa tentramnya hati ini. Assalamu'alaikum warahmatullah. Air mataku berlinang mengingat dosa-dosaku. Terutama dosaku pada ibu. Aku teringat sebuah hadits riwayat Imam at-Tirmidzi.

"Ridha Allah tergantung pada ridha orang tua dan murka Allah tergantung pada murka orang tua.”

Usai salat malam, aku menuju kamar ibu.  Aku bersimpuh di hadapannya. Air mata bercucuran semakin deras dan membanjiri mukena ibu.

"Kenapa, Nak?" tanya ibu heran.
"Maafkan aku, Bu! Aku anak yang durhaka."
Hiks! Hiks! Hiks!

"Sudahlah! Ibu senantiasa memaafkanmu, Nak. Bahkan, sebelum kamu meminta maaf. Maafkan ibu juga, tidak bisa sepenuhnya mendukung cita-citamu. Hanya doa terbaik untukmu."

Pagi tampak lebih cerah dari biasa. Langit ikut senang menyaksikan peristiwa hamba Allah yang saling memaafkan.
***
Setahun kemudian.
"Ayo, sekarang giliranmu mengecek." Ahmad menunjuk hidungku.
Aku maju perlahan. Duduk di hadapan layar 14 inch di ruangan kelas. Kulantunkan basmalah dengan penuh keyakinan. Kutekan satu-satu angka di keyboard komputer sesuai dengan nomor peserta yang tertera di kartu. Tak lama munculah di layarnya:

"Selamat, Anda diterima di Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Pendidikan Indonesia."
***
TAMAT


Tidak ada komentar:

Posting Komentar