Sabtu, 06 Agustus 2022

Cerita Emak Bagian 2: Nikah Belia



Emak kecil yang baru lulus Sekolah Rakyat (SR), menjadi kembang desa di kampungnya. Kota segudang tahu dan tempat dikebumikannya salah satu pahlawan nasional, Cut Nyak Dien.


Banyak pemuda yang hendak melamar Emak. Sudah begitu adatnya. Susah sekali untuk melanjutkan sekolah, harus ke kota dan tak semua bisa memiliki kesempatan langka itu. Kalau tidak sekolah, apalagi selain menikah. Apalagi seorang perempuan. Istilah Sunda, "Pondok lengkah, ngan ukur ka sumur, ka dapur, ka kasur." 


Padahal adik lelaki emak, bisa bersekolah tinggi sampai jadi pegawai negeri sipil dengan jabatan yang tinggi.


Kembali lagi ke perjodohan Emak, Enek dan Pak Ulu yang jadi juri dari seleksinya. Hanya satu pesan Emak, "hayang nu jago adan '(Emak) mau calon suami yang pintar azan' ". Pinta yang sangat sederhana, tapi dalam maknanya. Maksudnya, Emak ingin suaminya nanti yang paham ajaran agamanya, Islam rahmatan lil 'alaamin. Bukan hanya menemaninya di dunia, tapi juga membimbingnya sampai ke surga.


Ada saja ketidakcocokkan dari Enek atau Pak Ulu.


"Jangan, dia terlalu tinggi!"

"Jangan dia pula, keluarganya terlalu kaya. Tidak sebanding dengan kita."

Dan banyak lagi ketidaksetujuan orang tua Emak pada bakal calon mantunya.


Sampai datang seorang pemuda yang gagah, seorang pedagang yang ulet dan jujur. Seakan semesta mendukung, "Inilah yang selama ini kita cari."


Pemuda itu tak pernah tertinggal. Salat berjamaah di masjid. Ya, dia juga pintar melafalkan panggilan Allah untuk salat. 

Tak lama, Emak pun dinikahinya. Selanjutnya, kami sebut Bapak Aji.


Usia Emak dan Bapak Aji terpaut jauh belasan tahun. Emak saat itu sekitar 12 tahun, belum mencapai aqil baligh. Emak belum siap berumah tangga. Mereka dipisahkan dulu. Bapak dengan sangat sabar menunggu Emak siap lahir dan batin.


Setiap malam Emak tidur di rumah orang tua angkatnya. Sampai suatu pagi, Bapak Aji datang menjemput Emak.


"Nak, sekarang kamu sudah menikah. Harus taat pada suamimu! nasihat Sang Ibu.


Emak pun mengangguk, tanda sudah siap mengarungi bahtera rumah tangga bersama imam yang Allah pilihkan. Namun, tak lama dari situ mereka harus terpisah. Kata orang-orang sekarang, Long Distance Married (LDM) karena Bapak Aji harus mencari nafkah ke kota besar. 


Emak tinggal di Sumedang, sedangkan Bapak Aji ke Bandung. Saat Emak mengikuti Bapak ke Bandung, Bapak Aji malah ke Jakarta. Betapa berat beban Emak, yang masih belia perlu bimbingan harus jauh dari suami tercinta. Begitulah takdir Allah, tak selalu sesuai dengan apa yang manusia inginkan. Namun, yakinlah ini jalan terbaik dari-Nya.


*Bersambung ke bagian 3, Insyaallah. 

#komunitasliterasi

#komunitasliterasipemudipersis

#penamuslimah

#panahkompilasi

#pemudiroadtomuktamar

#kolektifkolaboratif

#pemudicerdasberakhlakulkarimah


2 komentar: